Ketika membicarakan Nabi Muhammad SAW, banyak orang teringat pada sosok pemimpin yang bijaksana, panglima perang yang berani, atau pendakwah yang penuh hikmah. Namun, ada sisi lain dari beliau yang jarang disorot: kedekatan dan kasih sayangnya kepada anak-anak. Padahal, interaksi Nabi dengan anak kecil menyimpan pelajaran berharga tentang cinta, empati, dan pendidikan yang sangat relevan untuk kehidupan kita hari ini.
Salah satu kisah yang menunjukkan kelembutan Rasulullah SAW adalah ketika beliau melihat anak kecil menangis karena burung peliharaannya mati. Nabi tidak menertawakan atau meremehkan kesedihan anak tersebut. Justru beliau menghampiri, menghibur, dan bahkan bercakap-cakap dengan penuh perhatian. Dari momen sederhana ini, kita belajar bahwa perasaan anak kecil sangat berharga dan tidak boleh dianggap remeh.
Rasulullah SAW juga dikenal sering menggendong anak-anak. Bahkan cucu beliau, Hasan dan Husain, sering dipeluk dan dicium di hadapan para sahabat. Ada satu riwayat ketika Nabi mencium cucunya, lalu seorang sahabat berkata bahwa ia tidak pernah mencium anaknya. Nabi pun menegur dengan lembut, bahwa siapa yang tidak menyayangi, maka ia tidak akan disayangi. Pesan ini menegaskan pentingnya kasih sayang fisik sebagai wujud cinta orang tua.
Kedekatan Nabi dengan anak-anak tidak berhenti pada keluarga saja. Beliau juga akrab dengan anak-anak sahabat. Diriwayatkan bahwa Nabi SAW suka mengajak mereka bermain, bahkan membiarkan mereka naik di punggungnya saat beliau sedang sujud dalam shalat. Alih-alih marah, Nabi membiarkan mereka hingga puas, lalu melanjutkan ibadahnya. Inilah teladan sabar dan cinta yang luar biasa.
Yang menarik, Nabi Muhammad SAW tidak hanya memberi kasih sayang, tetapi juga mendidik anak-anak dengan cara yang halus. Beliau sering menyelipkan nasihat sederhana dalam percakapan sehari-hari. Misalnya, kepada Ibnu Abbas yang masih kecil, Nabi berpesan agar selalu menjaga Allah, maka Allah akan menjaganya. Nasihat singkat, tetapi tertanam kuat dalam ingatan anak hingga dewasa.
Perhatian Nabi kepada anak-anak juga terlihat dalam kehidupan sosial. Beliau sering menyalami anak-anak di jalan, menyapa mereka dengan senyuman, bahkan memanjangkan salam khusus untuk membahagiakan hati mereka. Hal ini mengajarkan bahwa anak-anak harus diperlakukan dengan penghormatan, bukan hanya dianggap kecil dan tak penting.
Kasih sayang Nabi SAW kepada anak-anak juga mencakup empati pada kondisi mereka. Ada riwayat bahwa beliau mempercepat shalat berjamaah ketika mendengar tangisan bayi, agar sang ibu tidak gelisah. Beliau memahami betul betapa sensitifnya perasaan seorang ibu terhadap anaknya. Tindakan ini menunjukkan betapa Nabi mengedepankan kasih sayang di atas formalitas.
Dalam masyarakat Arab jahiliyah saat itu, anak-anak—terutama perempuan—sering dipandang rendah, bahkan hingga dibunuh karena dianggap aib. Kehadiran Nabi Muhammad SAW menjadi cahaya yang mengubah tradisi kelam itu. Beliau memuliakan anak perempuan, mendidik umat agar menghargai mereka, dan memberi contoh nyata bagaimana anak adalah amanah yang harus dijaga.
Jika kita perhatikan, semua sikap Nabi kepada anak-anak bukan sekadar kelembutan emosional, tetapi juga strategi pendidikan. Beliau membangun rasa percaya diri anak dengan kasih sayang, mengajarkan nilai akhlak dengan teladan, dan menanamkan iman melalui nasihat yang lembut. Pola ini menjadi dasar pendidikan karakter yang sangat relevan di era modern.
Kisah-kisah kedekatan Nabi Muhammad SAW dengan anak-anak adalah bukti nyata bahwa beliau adalah rahmat bagi seluruh alam, termasuk bagi jiwa-jiwa kecil yang butuh perhatian dan cinta. Dari sini kita belajar bahwa mendidik anak bukan hanya soal memberikan perintah, tetapi juga tentang memberi kasih sayang, memahami perasaan mereka, dan menumbuhkan iman sejak dini.
Leave a comment