Nabi Muhammad SAW dikenal bukan hanya sebagai seorang Rasul, tetapi juga sebagai pribadi dengan kelembutan hati yang luar biasa. Salah satu sisi yang jarang banyak dibahas adalah bagaimana beliau memperlakukan musuh-musuhnya. Bukan dengan balas dendam atau kebencian, melainkan dengan doa yang penuh kasih sayang.
Salah satu peristiwa paling terkenal adalah ketika Nabi berdakwah di Thaif. Alih-alih diterima, beliau justru diusir, dihina, bahkan dilempari batu hingga tubuhnya berdarah. Dalam kondisi penuh luka, beliau masih berdoa agar penduduk Thaif diberi petunjuk, bukan ditimpa azab. Bahkan ketika malaikat menawarkan untuk menghancurkan kota itu dengan gunung, beliau menolaknya. Harapan Nabi justru agar dari generasi mereka lahir orang-orang yang beriman.
Doa Nabi tidak berhenti hanya di Thaif. Ketika menghadapi kaum Quraisy di Mekkah yang mencemooh, menolak, dan menyiksa para sahabat, Rasulullah tetap menunjukkan sikap yang sama. Beliau berdoa: “Allahumma ihdi qawmī, fa innahum lā ya‘lamūn” (Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku, karena mereka tidak mengetahui). Doa ini menunjukkan betapa dalam kasih sayang beliau, bahkan kepada orang yang berusaha mencelakakan dirinya.
Rahasia dari doa Nabi terletak pada cara pandang beliau terhadap manusia. Musuh tidak dilihat sebagai musuh abadi, melainkan sebagai jiwa yang belum mendapatkan hidayah. Kebencian tidak pernah menjadi tujuan beliau. Justru dengan doa, beliau membuka kemungkinan agar hati-hati yang keras suatu hari bisa dilunakkan oleh Allah.
Sejarah membuktikan betapa doa Nabi berbuah hasil. Orang-orang yang dulunya paling keras menentang Islam justru berubah menjadi pendukung utama. Umar bin Khattab, yang pernah berniat membunuh Nabi, akhirnya masuk Islam dan menjadi khalifah besar. Khalid bin Walid, panglima Quraisy dalam Perang Uhud, kemudian berbalik menjadi panglima Islam yang dijuluki “Pedang Allah”. Abu Sufyan yang lama menjadi lawan, akhirnya pun menerima Islam.
Semua kisah itu memperlihatkan bahwa doa Nabi tidak sia-sia. Kasih sayang beliau menghasilkan perubahan nyata, bukan hanya dalam kehidupan pribadi musuh-musuhnya, tetapi juga dalam sejarah Islam secara keseluruhan. Dari doa itulah lahir generasi baru yang membawa Islam semakin kuat dan meluas.
Pelajaran yang dapat kita ambil sangat relevan dengan kehidupan sekarang. Dalam dunia yang penuh dengan konflik, perbedaan, dan pertengkaran, sering kali manusia memilih membalas keburukan dengan keburukan. Namun Nabi mengajarkan jalan yang lebih tinggi: menghadapi kebencian dengan doa, dan membalas permusuhan dengan harapan kebaikan.
Selain memberi dampak pada orang lain, doa juga menjaga hati agar tetap bersih. Nabi Muhammad SAW menunjukkan bahwa dengan mendoakan musuh, hati terbebas dari dendam dan kebencian. Hati yang bersih membuat langkah dakwah lebih ringan, dan pesan kebaikan dapat tersampaikan tanpa terhalang rasa sakit.
Kita bisa belajar menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Tidak perlu menunggu situasi besar seperti perang atau pengusiran, tetapi cukup pada masalah kecil yang sering muncul: perbedaan pendapat di media sosial, konflik di tempat kerja, atau perselisihan dengan tetangga. Jika Rasulullah SAW mampu mendoakan orang-orang yang melukainya, maka kita pun bisa berusaha mendoakan orang-orang yang berbeda dengan kita.
Pada akhirnya, rahasia doa Nabi untuk musuh-musuhnya adalah cermin dari sifat beliau sebagai rahmatan lil ‘alamin — rahmat bagi seluruh alam. Dari sikap itu kita diajak untuk merenung: apakah kita sudah berusaha melapangkan hati sebagaimana beliau, atau masih terjebak pada kebencian? Jawaban dari pertanyaan itu akan menentukan sejauh mana kita mampu meneladani Rasulullah dalam kehidupan nyata.
Leave a comment